Harga Minyak Turun Imbas Suku Bunga Cina

Harga Minyak Turun Imbas Suku Bunga Cina  

Tim Liputan 6 SCTV


20/10/2010 06:28

Liputan6.com, New York: Harga minyak merosot pada Selasa(19/10) waktu setempat, karena dolar "rebound" (berbalik naik) terhadap mata uang utama dan setelah Cina bergerak menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi dan harga properti yang melonjak.

Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk pengiriman November merosot 3,59 dolar AS menjadi menetap pada 79,49 dolar per barel. Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Desember ditutup 3,27 dolar lebih rendah pada 81,10 dolar. Harga minyak mentah New York telah naik tajam pada Senin (18/10) akibat kekhawatiran bahwa pemogokan yang berlangsung di Prancis akan mengganggu pasokan di Eropa.

Dolar merosot minggu lalu ke dekat terendah sembilan bulan terhadap euro, dan sebuah nadir 15 tahun terhadap yen, setelah Federal Reserve AS mengisyaratkan dapat mengimplementasikan tindakan pelonggaran moneter lebih untuk menopang pemulihan yang goyah.

Bank sentral Cina mengumumkan Selasa (19/10), akan menaikkan acuan suku bunga pinjaman satu tahun dan suku bunga simpanan masing-masing sebesar 25 basis poin. Kenaikan tingkat suku bunga pertama dalam hampir tiga tahun itu mengguncang pasar mata uang global dan keluar menjelang data kunci pekan ini yang diperkirakan menunjukkan ekonomi terbesar kedua dunia itu terus melambat dalam kuartal ketiga.

The People`s Bank of Cina mengatakan akan menaikkan suku bunga pinjaman yuan satu tahun menjadi 5,56 persen dari 5,31 persen, dan tingkat suku bunga deposito yuan satu tahun menjadi 2,5 persen dari 2,25 persen. Kenaikan ini akan berlaku mulai Rabu, bank sentral mengatakan dalam pernyataannya.
Category: 0 komentar

Waspada, Harga Emas & Minyak Mentah Melambung

Waspada, Harga Emas & Minyak Mentah Melambung

Selasa, 19 Oktober 2010 - 10:10 wib  
Rheza Andhika Pamungkas - Okezone
Emas. Foto: monex.com
JAKARTA - Perekonomian global yang masih dirundung ketidakpastian membuat pasar banyak memindahkan dananya ke sektor komoditas seperti emas dunia dan minyak mentah. Namun naiknya harga kedua produk barang komoditas ini patut diwaspadai investor.

"Saat ini harga minyak mentah terus naik dari tahun ke tahun. Namun ini menjadi kekhawatiran saya. Jangan pernah percaya terhadap apa yang dikatakan spekulator bahwa naiknya harga minyak mentah karena tingginya demand negara-negara maju. Itu bohong belaka," ujar pengamat valas Farial Anwar saat dihubungi okezone di Jakarta, Selasa (19/10/2010).

Menurutnya kenaikan harga minyak mentah saat ini bukan karena permintaan yang tinggi dari negara-negara maju. Karena jika permintaan tinggi maka perekonomian global pasti sudah pulih. Tetapi justru sebaliknya, hal yang terjadi saat ini adalah pemulihan ekonomi global berjalan lambat.

Naiknya harga minyak bukan karena riil tetapi karena permainan spekulator. Karena spekulator kan bersikap opportunis dan hanya mencari untung saja. "Makanya investor harus berhati-hati. Karena seperti diketahui investor tidak hanya bermain di pasar uang dan valas saja tetapi juga di sektor investasi lainnya termasuk komoditi," jelasnya.

Tak terkecuali dengan harga emas. Menurutnya kenaikan harga emas saat ini hanya untuk spekulasi bagi spekulator saja Ini juga menjadi ajang spekulator untuk mencari keuntungan. "Makanya investor harus terus waspada," pungkasnya.

Di penutupan kemarin berdasarkan yahoofinance, harga minyak mentah ditutup menguat 0,26 sen atau 0,32 persen ke level 81,51 per barel. Sedangkan emas ditutup melemah USD6,60 atau turun 0,48 persen ke level USD1,364.50 per ounce.
Category: 0 komentar

Orang-orang Super Kaya Kini Beralih Memilih Investasi Emas

Orang-orang Super Kaya Kini Beralih Memilih Investasi Emas
Nurul Qomariyah - detikFinance






Foto: Reuters
Jenewa - Ditengah kondisi perekonomian dunia yang labil, orang-orang super kaya di dunia pun meresponsnya dengan mengalihkan portofolio investasinya ke emas.

Mereka menarik aset-asetnya dari sistem finansial dan memborong emas hingga berbatang-batang, bahkan ada yang hingga berton-ton untuk mencari tempat lindung investasi yang dianggap paling aman.

Eksekutif UBS, Josef Standler mengatakan, kekhawatiran akan terjadinya pelemahan ekonomi yang berlarut-larut telah meningkatkan minat terhadap emas, termasuk juga saham-saham sektor pertambangan dan exchange-traded funds (ETF) atau reksa dana yang diperdagangkan di bursa.

"Mereka tidak hanya membeli ETF atau produk berjangka, mereka juga membeli emas secara fisik," yar Standler dalam Reuters Global Private Banking Summit, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (5/10/2010).

UBS kini tercatat sebagai salah satu bank terbesar Swiss yang memiliki klien-klien kakap dengan aset yang diinvestasikan mencapai US$ 50 juta.

UBS merekomendasikan kepada klien-klien kelas atasnya untuk menyisihkan 7-10% asetnya ke logam-logam berharga seperti emas. Mereka pun kini bisa menikmati untung besar karena kenaikan harga emas yang cukup besar dalam beberapa bulan terakhir dan pada Senin kemarin berada di level US$ 1.314,50 per ounce, atau mendekati level tertingginya yang dicetak pekan lalu.

"Kami memiliki sebuah contoh nyata dari pasangan yang membeli lebih dari 1 ton emas dan membawanya ke tempat lain," ungkap Stadler.

Dengan mengacu pada harga sekarang, maka emas yang dibeli pasangan klien UBS itu setara dengan US$ 42 juta.

Chief investment officer Julius Baer untuk Asia juga merekomendasikan investor-investor kaya untuk memarkirkan sebagian asetnya pada emas, sebagai tempat investasi aman di tengah data-data perekonomian AS yang belum baik dan kekhawatiran akan pelemahan mata uang.

"Saya melihat emas sebagai sebuah jaminan. Saya merekomendasikan 10% sebagai minimum portofolio dan sisanya bisa digunakan untuk tujuan perdagangan, guna merespons sinyal onverbought atau oversold," jelasnya.

Jauh sebelumnya, taipan kaya George Soros telah memperingatkan, emas kini telah mencapai 'puncak bubble' karena tidak memiliki nilai sesungguhnya kecuali pada harga pasar.

Namun Stadler mengatakan, logam-logam berharga telah menjadi penjepit portofolio investor, meski muncul pertanyaan apakah itu merupakan investasi jangka panjang yang cerdas.

"Jika Anda berbicara tentang orang-orang super kaya, level ketidakpastian tidak pernah lebih tinggi dalam 2,3 atau 4 tahun terakhir," ujarnya.

"Jika mereka menanyakan kepada saya, 'apakah inflasi akan naik atau kami memasuki siklus deflasi?' Saya tidak tahu. Namun secara jelas tidak ada orang yang tahu," imbuhnya.

Anthony DeChellis, managing director of Credit Suisse's Americas private banking unit mengatakan, klien-klien lebih tertarik melakukan kapitalisasi pada kenaikan harga emas ketimbang menggunakan logam berharga sebagai tempat investasi aman.

"Mereka bertanya 'Jika ini adalah gelembung, seberapa jauh saya bisa mengendarai gelembung itu?' Dan saya tidak dapat mengatakan kita telah melohat lonjakan dalam ketertarikan emas, namun ada ketertarikan atas fenomena itu," urainya.
Category: 0 komentar